Tag: Tuban

  • Polemik Kepengurusan Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban Belum Usai, Ketua Terpilih Janji Gelar Kirab Akbar

    Polemik Kepengurusan Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban Belum Usai, Ketua Terpilih Janji Gelar Kirab Akbar

    Nusantara – Perselisihan internal terkait kepengurusan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio di Tuban masih belum menemui titik akhir, meskipun sudah empat tahun dikelola oleh tiga tokoh konglomerat asal Surabaya. Bahkan, Kementerian Agama setempat pun turut turun tangan untuk meredam ketegangan di kelenteng terbesar se-Asia Tenggara itu.

    Di tengah situasi tersebut, Go Tjong Ping—Ketua Umum Terpilih Kelenteng Kwan Sing Bio untuk periode 2023–2028—menyampaikan kepada Anugerahslot tentang rencana besar jika konflik internal berhasil diselesaikan. Ia berjanji akan mengadakan kirab akbar yang melibatkan ribuan peserta dan menampilkan atraksi budaya spektakuler.

    “Kalau saya resmi menjabat sebagai Ketua Umum, saya akan menyelenggarakan acara besar-besaran. Salah satu yang ditampilkan adalah arak-arakan pasukan Ronggolawe berkuda, yang akan melibatkan hingga 50 penunggang kuda,” ujar Go Tjong Ping.

    Menurutnya, acara ini akan terbuka untuk umum tanpa pembatasan jumlah peserta, selama tetap menjaga ketertiban dan kondusivitas. Selain itu, sejumlah pertunjukan seni dan budaya lokal juga akan menjadi bagian dari rangkaian kegiatan di area kelenteng.

    “Saya mohon dukungan dari semua sahabat di seluruh Indonesia. Acara ini akan digelar secara profesional,” tegasnya.

    Sebagai mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Go Tjong Ping menyatakan kesiapan penuh jajaran pengurus untuk menyelenggarakan event berskala nasional tersebut.

    “Semua sudah sangat siap,” pungkasnya.

    Kisruh Kelenteng Kwan Sing Bio Belum Usai, Penunjukan Ketua Umum Baru Picu Penolakan

    Sengketa internal di tubuh pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio Tuban hingga kini belum menemukan jalan damai, meski telah berada di bawah kendali tiga tokoh konglomerat Jawa Timur dan nasional sejak Juni 2021. Mereka adalah Alim Markus (Bos Maspion Group), Soedomo Mergonoto (Pemilik Kopi Kapal Api), serta Paulus Welly Afandi, pengusaha Tionghoa asal Surabaya.

    Alih-alih meredakan konflik, dalam empat tahun terakhir justru muncul kembali ketegangan internal yang kian mengemuka. Salah satu bukti nyata adalah insiden penggembokan gerbang utama kelenteng yang sempat berlangsung selama dua hari. Gerbang akhirnya dibuka kembali setelah adanya tekanan dari pemerintah daerah, demi memastikan umat dapat beribadah dengan tenang dan aman.

    Situasi semakin memanas setelah penunjukan Go Tjong Ping sebagai Ketua Umum TITD Kwan Sing Bio Tuban periode 2025–2028, yang dilakukan pada Minggu (8/6/2025). Keputusan tersebut menuai penolakan dari sejumlah umat yang menilai proses pemilihan tidak sesuai dengan aturan dasar dan aturan rumah tangga (AD/ART) kelenteng.

    Ketidakpuasan terhadap proses tersebut menambah panjang daftar polemik yang membayangi kelenteng yang dikenal sebagai salah satu tempat ibadah Tri Dharma terbesar di Asia Tenggara itu. Sampai saat ini, penyelesaian konflik masih menjadi pekerjaan rumah bersama bagi pengurus, umat, dan pihak pemerintah.

  • Legen: Warisan Manis dari Tanah Tuban

    Legen: Warisan Manis dari Tanah Tuban

    Nusantara – Legen bukan sekadar minuman pelepas dahaga. Ia adalah bagian dari jejak sejarah panjang yang menghubungkan masa kejayaan kerajaan Nusantara dengan kearifan lokal masyarakat Tuban, Jawa Timur. Minuman tradisional ini telah eksis sejak zaman Majapahit, dan hingga kini tetap lestari sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat pesisir utara Pulau Jawa.

    Legen berasal dari cairan hasil penyadapan bunga jantan pohon siwalan atau lontar (Borassus flabellifer). Proses penyadapan dilakukan dengan hati-hati, yakni dengan memotong tandan bunga jantan yang belum mekar, kemudian menampung air nira yang menetes dalam wadah bambu atau botol selama beberapa jam. Cairan ini kemudian dapat langsung diminum atau diolah lebih lanjut menjadi produk turunan seperti gula merah dan tuak (jika difermentasi).

    Minuman ini memiliki rasa manis alami yang lembut, berpadu dengan aroma khas yang menyegarkan. Kandungan gulanya cukup tinggi, menjadikannya sumber energi alami yang dipercaya dapat menambah stamina dan memperbaiki sistem pencernaan. Tak heran, pada masa silam, legen menjadi bekal para pelaut dan pedagang yang singgah di pelabuhan Tuban—salah satu kota pelabuhan penting dalam jaringan perdagangan maritim kerajaan Majapahit.

    Legen juga diyakini memiliki nilai spiritual dan simbolis. Dalam berbagai upacara adat, minuman ini kerap disajikan sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu atau sesaji dalam tradisi masyarakat agraris. Rasanya yang manis dan proses pembuatannya yang alami mencerminkan filosofi hidup sederhana, selaras dengan alam, dan menghargai warisan leluhur.

    Kini, di tengah derasnya arus modernisasi dan menjamurnya minuman instan, legen tetap bertahan sebagai ikon budaya lokal. Di berbagai sudut Tuban, para penjaja legen masih bisa ditemui dengan wadah-wadah bambu atau botol plastik berisi cairan bening kekuningan yang menggoda.

    Menyeruput legen bukan hanya soal rasa—melainkan juga menghidupkan kembali cerita-cerita lama dari tanah yang pernah berjaya, dan mengingatkan kita bahwa warisan budaya terbaik sering kali tersimpan dalam hal-hal yang tampak sederhana.

    Legen: Tradisi Manis yang Tetap Bertahan

    Meskipun manfaat kesehatannya belum banyak didukung oleh penelitian ilmiah, kepercayaan masyarakat terhadap khasiat legen sebagai sumber energi alami tetap kuat. Di berbagai wilayah di Jawa Timur—terutama di Tuban—legen masih menjadi bagian dari keseharian sekaligus oleh-oleh khas yang diburu wisatawan.

    Dalam menghadapi tantangan zaman, sejumlah pelaku usaha mulai berinovasi untuk menjaga kualitas dan higienitas minuman ini. Mereka menerapkan proses produksi yang lebih bersih, seperti menggunakan botol steril dan meminimalkan potensi kontaminasi saat penyadapan. Upaya ini bukan hanya untuk menjangkau pasar yang lebih luas, tetapi juga untuk mempertahankan warisan kuliner tradisional agar tetap relevan di era modern.

    Lebih dari sekadar sumber minuman, pohon siwalan sebagai bahan baku legen memiliki peran ekologis penting. Tanaman ini dikenal tahan terhadap kondisi iklim kering dan berfungsi sebagai penahan abrasi di wilayah pesisir Tuban. Dengan kata lain, keberadaan pohon siwalan tidak hanya mendukung tradisi, tapi juga membantu menjaga keseimbangan lingkungan.

    Tak hanya menghasilkan legen, pohon siwalan juga memberikan manfaat lain: buahnya yang dikenal sebagai kolang-kaling menjadi bahan makanan populer, sedangkan daunnya sering diolah menjadi kerajinan anyaman yang bernilai ekonomis. Ini menjadikan pohon siwalan sebagai simbol keterpaduan antara budaya, ekonomi, dan ekologi di wilayah pesisir.

    Melestarikan legen berarti juga melestarikan lanskap budaya dan alam Tuban. Ia adalah pengingat bahwa kearifan lokal seringkali tumbuh dari hubungan yang erat antara manusia dan alam sekitarnya—hubungan yang patut kita rawat dan jaga, seiring waktu terus berjalan.