Tag: tarian

  • Tari Kubu: Ekspresi Budaya Orang Rimba di Tengah Hutan Sumatera

    Tari Kubu: Ekspresi Budaya Orang Rimba di Tengah Hutan Sumatera

    Nusantara – Di tengah lebatnya hutan hujan tropis yang membentang antara Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan, hidup sebuah komunitas yang teguh memegang adat dan warisan leluhur mereka selama ratusan tahun—Suku Kubu, atau yang lebih dikenal sebagai Orang Rimba dan Orang Ulu.

    Dalam kehidupan yang menyatu erat dengan alam, suku ini menyimpan sebuah warisan budaya yang sarat makna, namun belum banyak dikenal oleh masyarakat luas: Tari Kubu. Tarian ini bukan sekadar rangkaian gerak tubuh yang berirama, melainkan manifestasi dari cara hidup nomaden, spiritualitas mendalam, serta hubungan harmonis antara manusia dan alam.

    Simbol Kehidupan dan Spiritualitas

    Tari Kubu merepresentasikan cerita-cerita kehidupan Suku Kubu—dari keyakinan spiritual hingga perjuangan mempertahankan identitas budaya di tengah gempuran modernisasi. Melalui irama sederhana dan gerakan yang mengalir lembut, tarian ini mengajak penontonnya menyelami dunia Orang Rimba: sebuah dunia yang kaya akan kesederhanaan, ketenangan batin, dan kebijaksanaan lokal yang diwariskan tanpa henti dari generasi ke generasi.

    Tarian ini biasanya dibawakan secara berkelompok oleh laki-laki maupun perempuan, dalam momen-momen penting seperti ritual penyembuhan, perayaan hasil hutan, hingga upacara penghormatan terhadap roh leluhur.

    Gerakan Alamiah dan Musik Tradisional

    Setiap gerakan dalam Tari Kubu terinspirasi dari aktivitas sehari-hari masyarakat rimba—mulai dari berburu, meramu makanan di hutan, hingga menari di sekitar api unggun sebagai bentuk rasa syukur kepada alam. Musik pengiringnya pun berasal dari alat-alat sederhana, seperti tabuhan bambu, gesekan daun, dan suara vokal yang diulang-ulang menyerupai mantra, memberikan kesan magis sekaligus otentik.

    Busana dari Alam, Bukan Buatan Pabrik

    Keaslian Tari Kubu juga tampak pada busana penarinya. Tidak ada kostum glamor atau properti buatan pabrik. Sebaliknya, mereka mengenakan pakaian khas buatan tangan dari kulit kayu dan serat tumbuhan hutan. Pakaian ini bukan hanya berfungsi sebagai pelindung tubuh, tetapi juga sebagai simbol keterikatan dengan alam, yang bagi mereka adalah rumah, guru, dan sumber kehidupan.

    Tari Kubu menjadi bukti bahwa ekspresi budaya tidak harus megah untuk bermakna. Justru dalam kesederhanaannya, tarian ini menyimpan kekuatan besar: menjaga identitas, menyuarakan kearifan leluhur, dan merayakan harmoni antara manusia dan alam. Di tengah derasnya arus perubahan zaman, keberadaan Tari Kubu adalah pengingat bahwa warisan budaya adalah napas kehidupan yang tak boleh hilang.

    Tari Kubu: Irama Kehidupan, Napas Budaya Orang Rimba

    Lebih dari sekadar pertunjukan seni, Tari Kubu menyimpan pesan filosofis yang mendalam tentang kehidupan, alam, dan identitas. Tarian ini mencerminkan bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam, serta bagaimana komunitas adat seperti Suku Kubu mempertahankan jati diri mereka di tengah tekanan modernisasi yang kian menguat.

    Setiap gerakan kaki yang menjejak tanah, setiap sapuan tangan ke udara, bukan hanya ritme estetis—namun simbol perjuangan. Perjuangan untuk tetap menjadi bagian dari alam, bukan penguasa atasnya. Orang Rimba tidak menari untuk hiburan semata; mereka menari untuk menghidupkan kembali ingatan kolektif, untuk mengingat siapa mereka, dari mana mereka berasal, dan apa yang mereka yakini.

    Tarian sebagai Doa dan Perlawanan

    Tari Kubu adalah ekspresi spiritual yang tak terpisahkan dari kepercayaan kosmis masyarakat Suku Kubu. Sebuah pertunjukan bisa berlangsung selama berjam-jam, tergantung konteks ritualnya. Suasana sunyi hutan menjadi panggung alami, dengan musik dari suara alam, hentakan kaki, dan irama yang nyaris mistis. Tarian ini menjadi penghubung antara manusia, leluhur, dan alam semesta.

    Namun, kini Tari Kubu menghadapi tantangan besar. Masuknya modernisasi, ekspansi industri, serta alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan tambang telah memisahkan banyak anak muda Kubu dari akar budayanya. Tekanan eksternal telah menciptakan jarak antara generasi sekarang dan tradisi leluhurnya.

    Pelestarian yang Lebih dari Sekadar Seni

    Menjaga Tari Kubu bukan hanya soal melestarikan satu bentuk tari tradisional. Ini adalah upaya menyelamatkan cara hidup yang kaya akan nilai-nilai luhur: kesederhanaan, keharmonisan, penghormatan terhadap alam, dan spiritualitas yang membumi. Tari Kubu adalah cermin dari tatanan hidup yang lestari, yang bisa menjadi pelajaran penting bagi dunia modern yang kerap melupakan akar dan keseimbangan.

    Untungnya, kesadaran akan pentingnya pelestarian ini mulai tumbuh. Pemerintah daerah, pegiat budaya, dan akademisi kini mulai melibatkan komunitas Suku Kubu dalam festival budaya, pendokumentasian tari, dan pendidikan lokal yang memasukkan tradisi ke dalam proses belajar generasi muda.

    Dari Sunyi Hutan ke Panggung Nasional

    Dengan langkah-langkah ini, Tari Kubu tak hanya bertahan, tapi juga berkembang sebagai bagian dari mozaik budaya nasional. Ia bukan tinggalan masa lalu, melainkan suara masa kini dari komunitas yang hidup dalam kesunyian namun menyimpan kebijaksanaan mendalam. Tarian ini memiliki potensi menjadi inspirasi global, terutama dalam upaya membangun kehidupan yang lebih selaras dengan alam.

    Mengenal Tari Kubu berarti menyibak tabir dunia yang tersembunyi namun kaya makna. Dunia yang mengajarkan bahwa dalam kesunyian hutan dan kesederhanaan hidup, terdapat irama yang tak boleh dilupakan—irama kehidupan yang berpadu dengan alam, dan gerak yang menari bersama semesta.

  • “Damar Sasangka” Tampil Memukau di Pesta Kesenian Bali ke-47, Angkat Kisah Kepemimpinan dan Harmoni Alam

    “Damar Sasangka” Tampil Memukau di Pesta Kesenian Bali ke-47, Angkat Kisah Kepemimpinan dan Harmoni Alam

    Nusantara – Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 kembali menjadi panggung kemegahan budaya, mempersembahkan pertunjukan seni tradisional yang memukau di Panggung Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Centre Denpasar), Rabu (9/7/2025). Kali ini, Sanggar Seni Bajra Geni dari Banjar Batu, Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, tampil sebagai wakil Kabupaten Badung, membawakan pementasan Topeng Bondres bertajuk “Damar Sasangka.”

    Pertunjukan ini mengangkat kisah yang sarat nilai tentang kepemimpinan spiritual dan pelestarian lingkungan. Dibuka dengan tabuh pembuka yang menggema semarak, penonton disuguhkan tiga karakter topeng khas Bali: Topeng Keras, Topeng Tua, dan Topeng Bondres Monyer Manis—masing-masing menampilkan ragam ekspresi, dari kebijaksanaan hingga sindiran sosial yang menggelitik.

    Cerita Damar Sasangka berpusat pada sosok Ida Cokorda Nyoman Mayun, Raja Kawya Pura, yang menghadapi krisis kekeringan dan konflik di kawasan Subak Batan Tanjung. Alih-alih memaksakan kekuasaan, sang raja memilih jalur spiritual: bertapa di Pucak Pengelengan demi memohon petunjuk. Wahyu yang diperolehnya adalah upacara sakral Aci Tulak Tunggul di Dam Pura Taman Ayun, ritual tradisional yang menggunakan pekelem ulam suci dan diiringi tari Baris Keraras—sebuah praktik yang masih dilestarikan hingga hari ini.

    “Damar Sasangka adalah simbol pemimpin sejati, laksana pelita di tengah gelapnya zaman. Ia hadir bukan untuk membenarkan keadaan, tetapi untuk menyuarakan kebenaran,” demikian narasi yang mengiringi pementasan. Pesan moral yang disampaikan tak hanya menyinggung soal kepemimpinan yang bijak, namun juga pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan terutama air sebagai sumber kehidupan masyarakat agraris Bali.

    Menurut Anak Agung Bagus Sudarma kepada Anugerahslot Nusantara, pembina tari Sanggar Bajra Geni, cerita ini terinspirasi dari Babad Mengwi, khususnya bagian mengenai upacara Aci Tulak Tunggul. “Cerita ini menggambarkan pentingnya air, bendungan, dan pelestarian pertanian demi kemakmuran masyarakat Subak,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa persiapan pementasan melibatkan 50 seniman penari dan penabuh, yang telah berlatih sejak Maret 2025.

    “Hari ini adalah puncak dari kreativitas kami. Kami berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Bali yang terus menyediakan ruang ekspresi melalui PKB,” tambahnya penuh semangat.

    Sementara itu, I Wayan Griya, pembina tabuh, menyampaikan rasa bangganya atas kepercayaan yang diberikan Kabupaten Badung. “Ini kali pertama kami dipercaya sebagai duta Badung untuk mementaskan Topeng kreatif di PKB. Terima kasih kepada pemerintah dan para penabuh muda yang telah bekerja dengan semangat luar biasa,” ucapnya.

    Pementasan Damar Sasangka menjadi bukti nyata bahwa Pesta Kesenian Bali bukan sekadar ajang hiburan, melainkan wadah untuk menggali dan merayakan warisan leluhur, sembari menyampaikan pesan-pesan mendalam yang tetap relevan bagi masyarakat masa kini.

    PKB ke-47: Kolaborasi Seni dan Ekonomi Lokal yang Mencerminkan Jiwa Bali

    Salah satu momen mengesankan dari Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 adalah penampilan Sanggar Bajra Geni yang tak hanya menampilkan keindahan artistik, tetapi juga menyuarakan pesan-pesan mendalam tentang nilai kehidupan. I Wayan Griya, pembina tabuh, menegaskan bahwa seni memiliki peran penting sebagai sarana pembinaan karakter, terutama bagi generasi muda.

    “Lewat berkesenian, para pemuda belajar disiplin, kerja sama, dan nilai-nilai kehidupan. Seni menjadi jalan untuk menjauhkan mereka dari aktivitas negatif. Itu tujuan utama kami,” tegasnya.

    Ia juga menyoroti perkembangan positif seni di Kabupaten Badung yang menurutnya semakin menggembirakan berkat sistem pembinaan yang berjalan dari tingkat desa hingga kabupaten. “Ini menjadi bukti nyata sinergi antara para pelaku seni dan pemerintah,” ungkapnya penuh optimisme.

    Pertunjukan “Damar Sasangka” pun sukses menggugah penonton, tidak hanya secara visual tetapi juga emosional. Lewat narasi yang kuat dan artistik yang kaya akan unsur budaya, pementasan ini menyampaikan pesan tentang pentingnya air sebagai sumber kehidupan, perjuangan petani, dan kepemimpinan yang bijak serta bertanggung jawab. Sanggar Bajra Geni menunjukkan bahwa seni adalah medium refleksi, edukasi, dan pelestarian budaya yang tak lekang oleh waktu.

    PKB Dorong UMKM dan Ekonomi Lokal Tumbuh Signifikan

    Tak hanya menjadi perayaan budaya, PKB ke-47 yang berlangsung hingga 19 Juli 2025 juga terbukti menjadi penggerak ekonomi rakyat. Berdasarkan data terbaru, total transaksi UMKM mencapai Rp11 miliar hingga 8 Juli 2025, menunjukkan antusiasme tinggi masyarakat terhadap produk lokal.

    Sebanyak 137 stan UMKM Bali Bangkit turut memeriahkan ajang ini, memamerkan beragam produk unggulan seperti tenun tradisional, perhiasan emas dan perak, fesyen lokal, tas, serta kerajinan kulit. Penataan stan yang strategis di kawasan Gedung Ksirarnawa, area luar gedung, hingga panggung Ardha Candra memudahkan pengunjung menjelajahi produk-produk berkualitas tinggi khas Bali.

    Total transaksi sektor kerajinan hingga 8 Juli telah mencapai Rp7,9 miliar, dan angkanya masih terus bertambah,” ungkap I Gusti Ngurah Wiryanata, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali pada Kamis (10/7/2025). Ia optimistis bahwa jumlah tersebut akan melonjak seiring PKB yang masih berlangsung hingga pertengahan Juli. “Kami yakin transaksi dan kunjungan akan terus meningkat,” tambahnya.

    Kuliner Tradisional Bali Jadi Magnet Pengunjung

    Sektor kuliner juga mencuri perhatian pengunjung. Sebanyak 52 stan kuliner tradisional Bali yang dikelola oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali sukses meraih omzet sebesar Rp3,1 miliar sejak 21 Juni hingga 8 Juli 2025.

    Menu-menu khas seperti lawar, tipat cantok, hingga jaja Bali menjadi primadona yang mengundang antusiasme tinggi. Hidangan-hidangan ini tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menyajikan kekayaan rasa dan tradisi kuliner Bali yang otentik.

    PKB: Harmoni Budaya, Pendidikan, dan Ekonomi

    Pesta Kesenian Bali bukan hanya panggung seni—ia telah menjadi simbol harmoni antara pelestarian budaya dan penguatan ekonomi lokal. Melalui pertunjukan seperti “Damar Sasangka” dan partisipasi UMKM yang luas, PKB memperlihatkan bahwa budaya bukan hanya warisan, tetapi juga kekuatan transformasi sosial dan ekonomi masyarakat Bali hari ini dan masa depan.