Nusantara – Masyarakat Kabupaten Aceh Tengah memiliki tradisi unik yang masih lestari hingga kini, yaitu pacuan kuda tradisional Gayo. Tradisi ini bukan hanya menjadi ajang lomba, tetapi juga sebuah pesta rakyat yang meriah dan penuh makna budaya. Pacuan kuda ini rutin digelar dua kali dalam setahun, yakni pada bulan Februari dalam rangka Hari Ulang Tahun Kota Takengon, dan bulan Agustus untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Seiring dengan pemekaran wilayah di Provinsi Aceh, kini tradisi ini diikuti oleh tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Menurut sejarah, pacuan kuda di daerah Takengon sudah ada sejak masa penjajahan kolonial Belanda. Namun, pada masa itu pacuan kuda hanya diadakan setelah musim panen tiba. Menariknya, kuda-kuda yang dilombakan adalah kuda yang biasa digunakan untuk membajak sawah oleh para petani.
Salah satu daya tarik utama dalam pacuan kuda tradisional Gayo adalah keberadaan para joki cilik. Anak-anak yang menjadi joki ini umumnya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Keahlian mereka dalam menunggang kuda tanpa menggunakan pelana menjadi pemandangan yang mengagumkan. Kemampuan tersebut tampak seperti bakat alami yang dimiliki anak-anak di kawasan dataran tinggi Gayo.
Adapun kuda-kuda yang digunakan dalam perlombaan merupakan hasil persilangan antara kuda lokal Gayo dan kuda dari Australia. Awalnya, kuda-kuda Gayo berukuran kecil, namun dengan adanya bantuan dan program pengembangan dari pemerintah, kini banyak kuda lokal yang telah tumbuh besar dan berpostur tinggi, siap bersaing dalam arena pacuan.
Pacuan kuda tradisional Gayo bukan sekadar olahraga, melainkan simbol kegigihan, kebersamaan, dan kecintaan masyarakat terhadap warisan budaya mereka. Tradisi ini terus hidup, diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari identitas dan kebanggaan masyarakat Gayo.
Pacuan Kuda Gayo: Tradisi yang Mengalir dari Hati Rakyat

Mengutip dari laman resmi Anugerahslot Pemerintah Kota Aceh, pesta rakyat yang menampilkan pacuan kuda tradisional Gayo ini berlangsung secara alami, tanpa perlu promosi ataupun komando khusus. Ketika waktunya tiba, masyarakat dari dataran tinggi Tanoh Gayo akan berbondong-bondong turun ke Kota Takengon, menciptakan suasana yang ramai dan penuh semangat.
Perayaan ini biasanya berlangsung selama satu minggu penuh. Selain menjadi ajang hiburan, pacuan kuda juga menjadi waktu istirahat bagi warga setelah menjalani rutinitas berat di ladang dan sawah. Momentum ini menjadi sarana melepas penat sekaligus mempererat tali kebersamaan di antara warga.
Lintasan pacuan digelar di Gelanggang Musara Alun, yang terletak di pusat Kota Takengon, ibu kota Kabupaten Aceh Tengah. Arena pacuan berbentuk melingkar dan dibatasi dengan tali rotan, menambah nuansa tradisional yang khas.
Seiring waktu, pacuan kuda tradisional Gayo telah berkembang menjadi tradisi tahunan yang selalu dinantikan. Meski zaman terus berubah, masyarakat Gayo tetap setia menjaga dan melestarikan acara ini sebagai warisan budaya yang sarat makna, penuh semangat, dan meriah setiap tahunnya.