Nusantara – Setiap tahun, masyarakat Ternate menggelar sebuah tradisi adat yang penuh makna, yaitu Kololi Kie, sebagai bentuk penghormatan dan permohonan perlindungan kepada Gunung Gamalama. Ritual sakral ini dipercaya mampu menenangkan “kekuatan” gunung sekaligus sebagai ikhtiar agar terhindar dari bencana alam.
Mengutip dari berbagai sumber, Kololi Kie dilaksanakan dalam dua bentuk, yakni melalui jalur laut dan jalur darat.
- Kololi Kie Mote Ngolo merupakan prosesi laut yang dilakukan dengan mengelilingi Pulau Ternate menggunakan perahu tradisional kora-kora. Dalam ritual ini, puluhan pendayung mengenakan pakaian adat lengkap, menciptakan pemandangan yang khidmat sekaligus memukau.
- Sementara itu, Kololi Kie Mote Ngiha adalah prosesi darat yang dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi lereng Gunung Gamalama, menyusuri jalur-jalur yang telah ditetapkan secara turun-temurun.
Kedua bentuk prosesi selalu diiringi dengan pembacaan doa dan mantra oleh para pemangku adat, sebagai wujud komunikasi spiritual dengan alam dan leluhur. Para peserta ritual diwajibkan mengenakan busana berwarna putih, yang melambangkan kesucian dan niat tulus.
Persiapan Kololi Kie melibatkan seluruh elemen masyarakat. Kaum perempuan bertugas menyiapkan perlengkapan sesajen, sedangkan para lelaki mempersiapkan transportasi dan logistik untuk pelaksanaan ritual. Kebersamaan dalam proses ini mencerminkan kuatnya nilai gotong royong serta ikatan antara manusia, adat, dan alam di kehidupan masyarakat Ternate.
Makna Mendalam di Balik Kololi Kie: Ziarah, Persembahan, dan Penghormatan kepada Gunung Gamalama

Rangkaian ritual Kololi Kie tidak hanya sekadar prosesi mengelilingi Gunung Gamalama, namun juga mencakup ziarah ke makam para leluhur dan ulama besar dari Kesultanan Ternate. Dalam ziarah ini, keturunan kesultanan memimpin pembacaan doa sebagai bentuk penghormatan dan pelestarian nilai-nilai spiritual warisan nenek moyang.
Puncak dari ritual Kololi Kie ditandai dengan persembahan sesajen berupa hasil bumi seperti pisang, kelapa, dan beras ketan yang ditempatkan di titik-titik tertentu di sekitar gunung. Prosesi sakral ini dipimpin oleh Jou Se Gapi, yaitu pemangku adat tertinggi dalam masyarakat Ternate.
Pelaksanaan ritual Kololi Kie tidak dilakukan sembarangan. Waktunya dipilih berdasarkan kalender tradisional Ternate, yang memperhatikan fase bulan serta musim. Biasanya, ritual dilangsungkan pada bulan-bulan yang dianggap suci dalam kepercayaan adat setempat.
Bagi masyarakat Ternate, Gunung Gamalama bukan sekadar gunung, melainkan entitas spiritual yang memiliki kekuatan dan jiwa. Kepercayaan ini tumbuh dari sejarah panjang hubungan antara masyarakat dan gunung yang beberapa kali mengalami letusan. Lewat Kololi Kie, masyarakat menunjukkan rasa hormat dan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, agar kedamaian tetap terjaga di bawah naungan Gamalama.