Tag: gorontalo

  • Tradisi Huyula Tergerus Zaman, Perlu Revitalisasi Nilai Gotong Royong

    Tradisi Huyula Tergerus Zaman, Perlu Revitalisasi Nilai Gotong Royong

    Nusantara – Tradisi huyula—yang berarti kerja sama atau tolong-menolong dalam bahasa Gorontalo—telah lama menjadi inti kehidupan sosial masyarakat Gorontalo. Budaya ini tak hanya sekadar kegiatan fisik, melainkan juga wujud dari nilai spiritual dan tanggung jawab kolektif yang diwariskan secara turun-temurun.

    Dalam praktiknya, huyula hadir dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pembangunan rumah, kegiatan pertanian, hingga penyelenggaraan acara keagamaan dan sosial. Namun, di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan gaya hidup digital, tradisi luhur ini kini menghadapi tantangan serius.

    Pengamat komunikasi publik sekaligus dosen Universitas Terbuka, Wardoyo Dingkol, menyebutkan bahwa dominasi media sosial dan pola hidup individualis generasi muda, khususnya generasi Z, menyebabkan partisipasi dalam tradisi huyula kian menurun.

    “Generasi muda kini lebih memilih interaksi lewat media sosial. Bahkan dalam momen penting seperti kedukaan, mereka merasa cukup hadir secara virtual dengan mengirim pesan belasungkawa melalui gadget,” ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (5/5/2025).

    Wardoyo menekankan bahwa pergeseran ini dapat melemahkan solidaritas sosial yang selama ini dijaga melalui praktik huyula. Padahal, gotong royong bukan hanya bagian dari budaya, melainkan juga mekanisme sosial yang memperkuat ikatan antarwarga.

    Kendati demikian, ia optimistis bahwa tradisi huyula masih dapat bertahan jika dikontekstualisasikan dengan dinamika zaman. Menurutnya, nilai-nilai gotong royong bisa diimplementasikan dalam bentuk kolaborasi modern, seperti kerja sama di bidang pendidikan, ekonomi kreatif, atau komunitas digital berbasis budaya lokal.

    “Penting bagi kita melakukan revitalisasi budaya. Huyula bisa tetap hidup jika nilai-nilainya disesuaikan dengan realitas sosial masa kini,” tambah Wardoyo.

    Ia pun mendorong peran aktif dari pemerintah daerah, tokoh adat, hingga institusi pendidikan dalam melestarikan huyula sebagai warisan budaya Gorontalo yang kaya makna dan relevan untuk masa depan.

  • Pulau Monduli: Permata Tersembunyi di Teluk Tomini yang Memikat Hati Para Penyelam

    Pulau Monduli: Permata Tersembunyi di Teluk Tomini yang Memikat Hati Para Penyelam

    Nusantara – Mentari pagi baru menyingsing ketika speedboat mulai menembus tenangnya perairan Teluk Tomini, meninggalkan Pantai Bolihutuo di Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Deburan ombak kecil seakan menyambut perjalanan singkat selama 20 menit menuju sebuah destinasi yang masih jarang terjamah: Pulau Monduli.

    Dari kejauhan, pulau kecil ini tampak biasa saja. Namun siapa sangka, di bawah permukaan airnya tersembunyi dunia laut yang memesona—sebuah surga bagi para penyelam dan pencinta alam bawah laut.

    Pulau Monduli mulai dikenal sebagai destinasi wisata bahari unggulan di Gorontalo, khususnya bagi mereka yang mencari keindahan laut yang masih alami. Air lautnya begitu jernih, hingga dasar laut terlihat jelas dari atas permukaan. Gradasi biru laut yang berpadu dengan cahaya matahari pagi menciptakan pemandangan yang memukau.

    Perjalanan menuju pulau pun terasa nyaman, bahkan bagi wisatawan yang baru pertama kali menaiki speedboat. Ketika tiba di spot penyelaman, para wisatawan disambut oleh pemandu profesional yang siap mengantar mereka menjelajahi dunia bawah laut Monduli.

    Salah satunya adalah Wawan Iko, penyelam lokal yang sudah bertahun-tahun memperkenalkan kekayaan laut pulau ini kepada wisatawan. Dengan bangga, ia mengatakan bahwa sekitar 70 persen terumbu karang di Pulau Monduli masih berada dalam kondisi alami dan sehat.

    “Hanya menyelam sekitar delapan meter saja, kamu sudah bisa melihat keanekaragaman hayati yang luar biasa,” ujarnya.

    Dasar laut Pulau Monduli dihiasi oleh berbagai jenis karang indah, mulai dari Acropora reef, table coral, sponge, hingga spesies langka seperti Salvador Dali coral. Setiap sudutnya menyajikan keajaiban yang tak hanya memanjakan mata, tapi juga menyentuh hati.

    Bagi wisatawan yang mendambakan petualangan yang damai, menyatu dengan alam, serta jauh dari keramaian, Pulau Monduli adalah jawaban yang tepat. Surga bawah laut ini tak hanya layak dikunjungi, tapi juga dijaga kelestariannya untuk generasi mendatang.

    Pulau Monduli: Surga Bawah Laut yang Ramah untuk Pemula dan Profesional

    Di antara karang-karang yang indah, ikan-ikan tropis seperti anthias fish dan sergeant fish berenang lincah, seolah menyambut hangat setiap penyelam yang datang. Pemandangan bawah laut di Pulau Monduli benar-benar seperti lukisan hidup yang memikat siapa pun yang menyaksikannya.

    Menariknya, Anda tak perlu menjadi penyelam profesional untuk menikmati keindahan bawah laut ini. Pulau Monduli menyediakan fasilitas pelatihan diving lengkap, termasuk program sertifikasi bagi pemula. Para wisatawan bisa belajar langsung dari instruktur berpengalaman, mulai dari teknik dasar hingga pelatihan lanjutan yang sesuai dengan standar keselamatan.

    “Tempat ini sangat ideal bagi siapa saja yang ingin mengenal dunia selam. Alamnya bersahabat dan suasananya mendukung,” ujar Wawan, sembari memeriksa perlengkapan penyelaman para peserta.

    Salah satu wisatawan, Mahmud M. dari Makassar, mengaku ini adalah pengalaman pertamanya menyelam. Namun hanya dalam hitungan jam setelah pelatihan, ia langsung jatuh hati pada keindahan laut Monduli.

    “Saya tidak menyangka lautnya seindah ini. Airnya tenang, karangnya berwarna-warni, dan suasananya sangat nyaman,” katanya dengan wajah berbinar.

    Kealamian Pulau Monduli menjadi daya tarik utama yang membedakannya dari destinasi bahari lain di Indonesia. Di sini, wisatawan tak hanya disuguhi keindahan visual, tetapi juga pengalaman menyelam yang tenang, aman, dan edukatif.

    Keramahan pemandu lokal, kebersihan lingkungan, serta kekayaan biota laut menjadikan Monduli sebagai destinasi yang patut diperhitungkan, baik untuk liburan singkat maupun eksplorasi bahari yang lebih mendalam.

    Di tengah maraknya promosi wisata di kawasan timur Indonesia, Pulau Monduli tidak sekadar menjadi titik di peta wisata, tapi juga simbol tentang laut yang lestari dan budaya lokal yang ramah. Ia adalah kisah indah tentang laut yang masih terjaga—dan patut dirawat bersama.

  • Nou dan Uti: Sapaan Kasih di Gorontalo yang Mulai Tergeser Zaman

    Nou dan Uti: Sapaan Kasih di Gorontalo yang Mulai Tergeser Zaman

    Nusantara – Dalam budaya Gorontalo, sapaan Nou dan Uti sudah lama menjadi bagian dari identitas sosial anak-anak. Nou merujuk pada anak perempuan, sementara Uti untuk anak laki-laki. Sapaan ini bukan sekadar panggilan, melainkan wujud kasih sayang orang tua kepada anak, juga antar kerabat dekat.

    “Biasanya panggilan ini digunakan orang tua kepada anak, atau antar saudara,” ujar Saiful, warga Gorontalo yang masih mempertahankan tradisi ini dalam keluarganya.

    Dalam struktur sosial Gorontalo, penggunaan Nou dan Uti memperkuat hubungan kekeluargaan dan menegaskan penerimaan seseorang dalam komunitas adat. Tradisi ini juga menjadi sarana penting dalam meneruskan nilai-nilai budaya ke generasi berikutnya.

    Namun, modernisasi membawa tantangan besar. Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan sapaan ini mulai tergeser oleh panggilan modern atau bernuansa agama. Globalisasi, media massa, dan urbanisasi disebut sebagai faktor utama perubahan ini.

    Meski begitu, sejumlah keluarga tetap berupaya mempertahankan penggunaan Nou dan Uti sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan budaya lokal. Pelestarian istilah ini penting agar generasi muda Gorontalo tetap terhubung dengan akar budaya mereka di tengah derasnya arus budaya global.

    Terkikis Oleh Perkembangan Zaman

    Namun, perubahan zaman membawa tantangan tersendiri bagi kelangsungan tradisi ini. Beberapa dekade terakhir, semakin banyak orang tua yang memilih sapaan modern atau bernuansa agama untuk anak-anak mereka.

    “Globalisasi dan pengaruh budaya populer melalui media massa menjadi faktor utama perubahan ini. Selain itu, urbanisasi membuat masyarakat cenderung mengadopsi budaya luar,” ujarnya.

    Meskipun demikian, sejumlah keluarga di Gorontalo masih berupaya melestarikan panggilan Nou dan Uti sebagai bentuk penghormatan terhadap akar budaya lokal.

    Upaya ini menjadi penting di tengah derasnya arus globalisasi yang kerap menggerus identitas budaya daerah.

    Pelestarian istilah Nou dan Uti diharapkan dapat terus dilakukan, agar generasi muda Gorontalo tetap memiliki keterikatan emosional dengan warisan budaya leluhur mereka.