Tag: bali

  • “Damar Sasangka” Tampil Memukau di Pesta Kesenian Bali ke-47, Angkat Kisah Kepemimpinan dan Harmoni Alam

    “Damar Sasangka” Tampil Memukau di Pesta Kesenian Bali ke-47, Angkat Kisah Kepemimpinan dan Harmoni Alam

    Nusantara – Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 kembali menjadi panggung kemegahan budaya, mempersembahkan pertunjukan seni tradisional yang memukau di Panggung Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Centre Denpasar), Rabu (9/7/2025). Kali ini, Sanggar Seni Bajra Geni dari Banjar Batu, Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, tampil sebagai wakil Kabupaten Badung, membawakan pementasan Topeng Bondres bertajuk “Damar Sasangka.”

    Pertunjukan ini mengangkat kisah yang sarat nilai tentang kepemimpinan spiritual dan pelestarian lingkungan. Dibuka dengan tabuh pembuka yang menggema semarak, penonton disuguhkan tiga karakter topeng khas Bali: Topeng Keras, Topeng Tua, dan Topeng Bondres Monyer Manis—masing-masing menampilkan ragam ekspresi, dari kebijaksanaan hingga sindiran sosial yang menggelitik.

    Cerita Damar Sasangka berpusat pada sosok Ida Cokorda Nyoman Mayun, Raja Kawya Pura, yang menghadapi krisis kekeringan dan konflik di kawasan Subak Batan Tanjung. Alih-alih memaksakan kekuasaan, sang raja memilih jalur spiritual: bertapa di Pucak Pengelengan demi memohon petunjuk. Wahyu yang diperolehnya adalah upacara sakral Aci Tulak Tunggul di Dam Pura Taman Ayun, ritual tradisional yang menggunakan pekelem ulam suci dan diiringi tari Baris Keraras—sebuah praktik yang masih dilestarikan hingga hari ini.

    “Damar Sasangka adalah simbol pemimpin sejati, laksana pelita di tengah gelapnya zaman. Ia hadir bukan untuk membenarkan keadaan, tetapi untuk menyuarakan kebenaran,” demikian narasi yang mengiringi pementasan. Pesan moral yang disampaikan tak hanya menyinggung soal kepemimpinan yang bijak, namun juga pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan terutama air sebagai sumber kehidupan masyarakat agraris Bali.

    Menurut Anak Agung Bagus Sudarma kepada Anugerahslot Nusantara, pembina tari Sanggar Bajra Geni, cerita ini terinspirasi dari Babad Mengwi, khususnya bagian mengenai upacara Aci Tulak Tunggul. “Cerita ini menggambarkan pentingnya air, bendungan, dan pelestarian pertanian demi kemakmuran masyarakat Subak,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa persiapan pementasan melibatkan 50 seniman penari dan penabuh, yang telah berlatih sejak Maret 2025.

    “Hari ini adalah puncak dari kreativitas kami. Kami berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Bali yang terus menyediakan ruang ekspresi melalui PKB,” tambahnya penuh semangat.

    Sementara itu, I Wayan Griya, pembina tabuh, menyampaikan rasa bangganya atas kepercayaan yang diberikan Kabupaten Badung. “Ini kali pertama kami dipercaya sebagai duta Badung untuk mementaskan Topeng kreatif di PKB. Terima kasih kepada pemerintah dan para penabuh muda yang telah bekerja dengan semangat luar biasa,” ucapnya.

    Pementasan Damar Sasangka menjadi bukti nyata bahwa Pesta Kesenian Bali bukan sekadar ajang hiburan, melainkan wadah untuk menggali dan merayakan warisan leluhur, sembari menyampaikan pesan-pesan mendalam yang tetap relevan bagi masyarakat masa kini.

    PKB ke-47: Kolaborasi Seni dan Ekonomi Lokal yang Mencerminkan Jiwa Bali

    Salah satu momen mengesankan dari Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 adalah penampilan Sanggar Bajra Geni yang tak hanya menampilkan keindahan artistik, tetapi juga menyuarakan pesan-pesan mendalam tentang nilai kehidupan. I Wayan Griya, pembina tabuh, menegaskan bahwa seni memiliki peran penting sebagai sarana pembinaan karakter, terutama bagi generasi muda.

    “Lewat berkesenian, para pemuda belajar disiplin, kerja sama, dan nilai-nilai kehidupan. Seni menjadi jalan untuk menjauhkan mereka dari aktivitas negatif. Itu tujuan utama kami,” tegasnya.

    Ia juga menyoroti perkembangan positif seni di Kabupaten Badung yang menurutnya semakin menggembirakan berkat sistem pembinaan yang berjalan dari tingkat desa hingga kabupaten. “Ini menjadi bukti nyata sinergi antara para pelaku seni dan pemerintah,” ungkapnya penuh optimisme.

    Pertunjukan “Damar Sasangka” pun sukses menggugah penonton, tidak hanya secara visual tetapi juga emosional. Lewat narasi yang kuat dan artistik yang kaya akan unsur budaya, pementasan ini menyampaikan pesan tentang pentingnya air sebagai sumber kehidupan, perjuangan petani, dan kepemimpinan yang bijak serta bertanggung jawab. Sanggar Bajra Geni menunjukkan bahwa seni adalah medium refleksi, edukasi, dan pelestarian budaya yang tak lekang oleh waktu.

    PKB Dorong UMKM dan Ekonomi Lokal Tumbuh Signifikan

    Tak hanya menjadi perayaan budaya, PKB ke-47 yang berlangsung hingga 19 Juli 2025 juga terbukti menjadi penggerak ekonomi rakyat. Berdasarkan data terbaru, total transaksi UMKM mencapai Rp11 miliar hingga 8 Juli 2025, menunjukkan antusiasme tinggi masyarakat terhadap produk lokal.

    Sebanyak 137 stan UMKM Bali Bangkit turut memeriahkan ajang ini, memamerkan beragam produk unggulan seperti tenun tradisional, perhiasan emas dan perak, fesyen lokal, tas, serta kerajinan kulit. Penataan stan yang strategis di kawasan Gedung Ksirarnawa, area luar gedung, hingga panggung Ardha Candra memudahkan pengunjung menjelajahi produk-produk berkualitas tinggi khas Bali.

    Total transaksi sektor kerajinan hingga 8 Juli telah mencapai Rp7,9 miliar, dan angkanya masih terus bertambah,” ungkap I Gusti Ngurah Wiryanata, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali pada Kamis (10/7/2025). Ia optimistis bahwa jumlah tersebut akan melonjak seiring PKB yang masih berlangsung hingga pertengahan Juli. “Kami yakin transaksi dan kunjungan akan terus meningkat,” tambahnya.

    Kuliner Tradisional Bali Jadi Magnet Pengunjung

    Sektor kuliner juga mencuri perhatian pengunjung. Sebanyak 52 stan kuliner tradisional Bali yang dikelola oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali sukses meraih omzet sebesar Rp3,1 miliar sejak 21 Juni hingga 8 Juli 2025.

    Menu-menu khas seperti lawar, tipat cantok, hingga jaja Bali menjadi primadona yang mengundang antusiasme tinggi. Hidangan-hidangan ini tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menyajikan kekayaan rasa dan tradisi kuliner Bali yang otentik.

    PKB: Harmoni Budaya, Pendidikan, dan Ekonomi

    Pesta Kesenian Bali bukan hanya panggung seni—ia telah menjadi simbol harmoni antara pelestarian budaya dan penguatan ekonomi lokal. Melalui pertunjukan seperti “Damar Sasangka” dan partisipasi UMKM yang luas, PKB memperlihatkan bahwa budaya bukan hanya warisan, tetapi juga kekuatan transformasi sosial dan ekonomi masyarakat Bali hari ini dan masa depan.

  • Ngarak Bade: Warisan Sakral Seribu Tahun dari Desa Adat Kutapang, Nusa Penida

    Ngarak Bade: Warisan Sakral Seribu Tahun dari Desa Adat Kutapang, Nusa Penida

    Nusantara – Di sudut tenggara Bali, tepatnya di Desa Adat Kutapang, Nusa Penida, tersimpan sebuah tradisi sakral yang telah diwariskan lintas generasi selama hampir sepuluh abad. Tradisi ini dikenal sebagai ngarak bade — sebuah ritual larung sajen ke laut yang digelar setiap lima tahun sekali sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.

    Diyakini telah ada sejak abad ke-12 pada masa Kerajaan Bali Kuno, ngarak bade merupakan salah satu ritual tertua yang masih lestari di Nusa Penida. Upacara ini menjadi lambang kuatnya hubungan spiritual masyarakat Kutapang dengan alam dan roh para leluhur.

    Ritual dimulai dengan pembuatan bade, sebuah struktur kayu menyerupai menara atau rumah kecil yang dihias dengan ukiran serta ornamen tradisional Bali. Bade ini diyakini sebagai wahana roh leluhur untuk kembali ke alam niskala (alam spiritual).

    Prosesi dimulai dari Pura Dalem Kutapang, tempat bade disucikan oleh pemangku adat. Dari sana, bade diarak menuju Pantai Kutapang dalam iringan ratusan warga yang mengenakan pakaian adat putih dan kuning. Mereka membawa sesaji, canang sari, dan berjalan dalam irama gamelan baleganjur yang menggema sepanjang jalan.

    Sesampainya di pantai, bade dilarung ke laut sebagai simbol pengembalian unsur alam kepada Dewa Laut. Tindakan ini tidak hanya bermakna spiritual, tapi juga filosofis: sebagai permohonan keselamatan, penolak bala, dan harapan akan keseimbangan antara manusia dengan alam semesta.

    Masyarakat Kutapang mengatakan kepada anugerahslot percaya bahwa pelaksanaan ngarak bade mampu mencegah bencana, menjaga kesuburan tanah dan laut, serta memperkuat harmoni antara dunia fisik dan dunia spiritual. Di tengah modernisasi, ritual ini menjadi penanda kuat bahwa warisan budaya tetap hidup dan berdenyut bersama denyut nadi masyarakat Bali.

    Kebangkitan Ngarak Bade: Warisan Bali Aga yang Terus Dijaga

    Setelah sempat terhenti selama hampir lima dekade, tradisi sakral ngarak bade di Desa Adat Kutapang, Nusa Penida, akhirnya dihidupkan kembali pada awal tahun 2000-an. Kebangkitan ritual ini menjadi simbol kesadaran baru generasi muda Kutapang akan pentingnya merawat dan melestarikan warisan leluhur.

    Upaya pelestarian ini tidak sia-sia. Kini, ngarak bade telah resmi masuk dalam kalender event budaya Bali dan mulai dikenal luas, termasuk oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Meski demikian, pelaksanaan ritual tetap dilandasi aturan adat yang ketat, demi menjaga kesucian prosesi.

    Para wisatawan yang ingin menyaksikan ngarak bade wajib mematuhi batasan tertentu. Mereka tidak diperkenankan mendekati area utama prosesi, apalagi mengganggu jalannya upacara. Desa juga menerapkan sejumlah larangan, seperti tidak membuat keributan, serta berpakaian sopan selama ritual berlangsung.

    Tradisi ini menjadi cerminan kekayaan budaya Bali Aga — komunitas Bali kuno yang sudah ada sebelum pengaruh Hindu Majapahit menyebar ke pulau ini. Beberapa elemen dalam ngarak bade, seperti bentuk bade dan struktur ritusnya, menunjukkan keterkaitan erat dengan sistem pertanian tradisional subak dan kepercayaan lokal terhadap alam serta roh leluhur.

    Pembuatan bade pun bukan pekerjaan sembarangan. Prosesnya harus dilakukan oleh undagi, tukang kayu tradisional Bali yang tidak hanya piawai dalam teknik, tetapi juga memahami aturan sakral dan filosofi di balik struktur tersebut.

    Kembalinya ngarak bade bukan sekadar perayaan masa lalu, melainkan bentuk nyata dari semangat pelestarian budaya di tengah arus modernisasi. Ia menjadi pengingat bahwa jati diri sebuah masyarakat tidak hanya ditentukan oleh masa kini, tetapi juga oleh keberanian menjaga akar warisan yang telah diwariskan turun-temurun.