Nou dan Uti: Sapaan Kasih di Gorontalo yang Mulai Tergeser Zaman

Nusantara – Dalam budaya Gorontalo, sapaan Nou dan Uti sudah lama menjadi bagian dari identitas sosial anak-anak. Nou merujuk pada anak perempuan, sementara Uti untuk anak laki-laki. Sapaan ini bukan sekadar panggilan, melainkan wujud kasih sayang orang tua kepada anak, juga antar kerabat dekat.

“Biasanya panggilan ini digunakan orang tua kepada anak, atau antar saudara,” ujar Saiful, warga Gorontalo yang masih mempertahankan tradisi ini dalam keluarganya.

Dalam struktur sosial Gorontalo, penggunaan Nou dan Uti memperkuat hubungan kekeluargaan dan menegaskan penerimaan seseorang dalam komunitas adat. Tradisi ini juga menjadi sarana penting dalam meneruskan nilai-nilai budaya ke generasi berikutnya.

Namun, modernisasi membawa tantangan besar. Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan sapaan ini mulai tergeser oleh panggilan modern atau bernuansa agama. Globalisasi, media massa, dan urbanisasi disebut sebagai faktor utama perubahan ini.

Meski begitu, sejumlah keluarga tetap berupaya mempertahankan penggunaan Nou dan Uti sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan budaya lokal. Pelestarian istilah ini penting agar generasi muda Gorontalo tetap terhubung dengan akar budaya mereka di tengah derasnya arus budaya global.

Terkikis Oleh Perkembangan Zaman

Namun, perubahan zaman membawa tantangan tersendiri bagi kelangsungan tradisi ini. Beberapa dekade terakhir, semakin banyak orang tua yang memilih sapaan modern atau bernuansa agama untuk anak-anak mereka.

“Globalisasi dan pengaruh budaya populer melalui media massa menjadi faktor utama perubahan ini. Selain itu, urbanisasi membuat masyarakat cenderung mengadopsi budaya luar,” ujarnya.

Meskipun demikian, sejumlah keluarga di Gorontalo masih berupaya melestarikan panggilan Nou dan Uti sebagai bentuk penghormatan terhadap akar budaya lokal.

Upaya ini menjadi penting di tengah derasnya arus globalisasi yang kerap menggerus identitas budaya daerah.

Pelestarian istilah Nou dan Uti diharapkan dapat terus dilakukan, agar generasi muda Gorontalo tetap memiliki keterikatan emosional dengan warisan budaya leluhur mereka.

Post Comment