Nusantara – Kampung Adat Ratenggaro di Sumba Barat Daya adalah salah satu situs bersejarah yang menyimpan peninggalan prasejarah berusia ribuan tahun. Di kampung ini terdapat 304 kuburan batu megalitik yang diperkirakan telah berdiri sejak 4.500 tahun lalu. Bersanding dengan rumah adat Uma Kalada, Ratenggaro menjadi pusat kehidupan masyarakat yang setia mempertahankan tradisi marapu secara turun-temurun.
Nama Ratenggaro berasal dari gabungan kata rate (kuburan) dan garo (nama suku). Dahulu, wilayah ini pernah menjadi medan pertempuran antarsuku. Para prajurit yang gugur dimakamkan dalam kuburan batu besar sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Kuburan-kuburan batu di Ratenggaro sebagian besar berbentuk meja batu (dolmen) dengan berat masing-masing mencapai puluhan ton. Menariknya, semua itu dipindahkan dan dibangun tanpa bantuan teknologi modern. Dalam kepercayaan marapu, kuburan batu ini diperuntukkan bagi tokoh-tokoh penting masyarakat.
Tiga rumah adat utama di Ratenggaro berdiri megah dengan atap jerami setinggi 15–20 meter, yang merupakan yang tertinggi di Sumba. Atap menjulang (mangetu) melambangkan hubungan erat antara manusia dan leluhur, sementara tiang utama rumah (kambaniru) terbuat dari kayu khusus yang dianggap sakral.
Hingga kini, masyarakat Ratenggaro tetap memelihara berbagai ritual tradisional marapu. Salah satu yang terpenting adalah wulla poddu, upacara tahunan untuk memuja dan menghormati leluhur. Selain itu, tradisi pasola—perang berkuda yang sarat makna filosofis—juga masih dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya yang berharga.
Tata Ruang Sakral dan Keunikan Kampung Adat Ratenggaro

Kampung Adat Ratenggaro di Sumba Barat Daya memiliki tata letak pemukiman yang unik dan sarat makna. Penataannya dibagi secara terstruktur ke dalam tiga zona sakral, masing-masing dengan fungsi dan filosofi tersendiri.
- Zona Pertama: Ratenggaro Deta
Merupakan area paling sakral yang berfungsi sebagai kompleks kuburan megalitik. Di sinilah para leluhur dimakamkan, sekaligus menjadi pusat aktivitas pemujaan dan upacara adat. - Zona Kedua: Ratenggaro Wawa
Berperan sebagai kawasan permukiman, tempat masyarakat menjalani kehidupan sehari-hari. Zona ini menjadi pusat aktivitas sosial dan ekonomi warga kampung. - Zona Ketiga: Pantai Ratenggaro
Digunakan untuk ritual pembersihan yang memiliki makna spiritual mendalam. Pantai ini menjadi lokasi penyucian diri sekaligus tempat berkomunikasi dengan kekuatan alam.
Keistimewaan Kampung Ratenggaro membuatnya berbeda dari kampung adat lainnya di Indonesia, khususnya di Sumba dan Nusa Tenggara Timur. Pertama, kampung ini memiliki kepadatan kuburan megalitik tertinggi di seluruh Pulau Sumba. Kedua, arsitektur rumah adatnya menonjol berkat atap jerami tertinggi di seluruh NTT. Ketiga, lokasinya yang langsung berbatasan dengan pantai menambah daya tarik budaya sekaligus panorama alamnya.
Leave a Reply