Tradisi Buang Bayi dalam Budaya Jawa Mulai Ditinggalkan
Nusantara – Tradisi buang bayi dalam budaya Jawa—ritual simbolik yang dulu dianggap penting untuk menjaga keharmonisan keluarga—kini semakin jarang dijumpai. Meski pernah menjadi bagian dari adat yang kuat, praktik ini mulai ditinggalkan seiring perubahan pola pikir dan pengaruh modernisasi.
Weton, yang menjadi dasar dari ritual ini, adalah penanggalan hari lahir seseorang menurut kalender Jawa, hasil kombinasi hari pasaran dan hari biasa. Dalam kepercayaan Jawa, weton diyakini berpengaruh terhadap karakter dan nasib seseorang. Jika seorang bayi lahir dengan weton yang sama dengan orang tua atau saudara kandungnya, diyakini bisa menimbulkan konflik karena kemiripan sifat.
Untuk mencegah hal tersebut, dilakukanlah ritual buang bayi. Meski namanya terdengar ekstrem, bayi sebenarnya tidak benar-benar dibuang. Ia hanya diangkat keluar rumah lewat jendela atau pintu, kemudian diterima kembali oleh keluarga. Ritual ini dimaknai sebagai cara simbolis memutus potensi energi negatif dalam keluarga.
Dulu, praktik ini cukup umum, terutama di desa-desa Jawa yang masih menjunjung adat leluhur. Namun kini, semakin sedikit keluarga yang melakukannya. Di daerah seperti Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, tradisi ini masih bisa ditemukan, tapi jumlahnya jauh menurun dibanding masa lalu.
Sebagai gantinya, sebagian keluarga memilih bentuk ritual lain seperti ruwatan untuk menetralisir energi buruk tanpa harus menjalani prosesi buang bayi.
Salah satu penyebab utama meredupnya tradisi ini adalah meningkatnya pendidikan dan cara pandang masyarakat yang makin rasional. Kepercayaan turun-temurun mulai dipertimbangkan kembali dengan pendekatan logika dan pemahaman baru, seiring perubahan zaman.
Perkawinan Antarsuku dan Pandangan Modern Kurangi Praktik Tradisi Jawa Murni
Perkawinan lintas suku turut berkontribusi terhadap semakin lunturnya penerapan tradisi Jawa yang murni. Selain itu, pandangan modern yang berkembang di masyarakat juga berperan besar. Banyak orang kini meyakini bahwa keharmonisan dalam keluarga bisa dijaga melalui komunikasi dan pengertian, tanpa perlu melibatkan ritual-ritual adat yang dianggap tidak lagi relevan.
Kendati demikian, tradisi tidak sepenuhnya ditinggalkan. Sebagian kalangan, terutama generasi yang lebih tua, masih memegang nilai-nilai budaya tersebut dan memandangnya sebagai bagian penting dari warisan leluhur yang patut dilestarikan.
Salah satu tradisi yang kini mulai jarang ditemukan adalah praktik “buang bayi” karena kesamaan weton (hari kelahiran menurut penanggalan Jawa). Praktik ini lebih sering diceritakan sebagai bagian dari kisah masa lalu ketimbang benar-benar dijalankan dalam kehidupan sekarang.
Sebaliknya, tradisi ruwatan masih banyak dipilih sebagai bentuk pelestarian budaya. Prosesi ini dianggap lebih fleksibel dan tidak memiliki konotasi negatif seperti membuang anak. Ruwatan biasanya dilakukan melalui serangkaian upacara yang melibatkan sesajen, doa-doa, serta simbol-simbol pembersihan untuk menetralisir energi buruk atau bala yang diyakini bisa mengganggu kehidupan seseorang.
Post Comment